Ujian Santri di Awal Mondok

 Di pinggiran masjid, aku duduk menanti santri kelas 1, sebutlah namanya Fay. Malam hari usai sholat jama'ah Isya memang aku manfaatkan untuk ngobrol dengan beberapa santri. Si cantik berkacamata itu duduk di tangga agak bawah dari tempat dudukku.

"Bagaimana kabarnya Fay?" Sapaku. Ku pegang bahunya, diapun senyum-senyum sambil merapihkan mukenah yang dia pakai.

"Alhamdulillah baik mis", jawabnya. Kamipun ngobrol berdua, di teras masjid dengan suasana sekitarnya masih penuh dengan santri yang sedang mutholaah di dalam masjid.

"Kamu kenapa nggak betah di pondok?" Tanyaku mengawali obrolan kami. Seketika itu wajah Fay berubah menjadi sedih. "Ya begitulah, Mis", jawabnya seolah pasrah.

Akupun bertanya tentang awal mula dia mondok, serta cita-cita dia dimasa yang akan datang. Fay pun menceritakan bahwa saat awal mondok, dia punya keinginan sendiri. Diapun bercerita tentang keluarganya, bahwa setelah ayahnya meninggal, dia bercita-cita untuk meneruskan pesantren tahfidz yang didirikan oleh ayahnya.

Fay bercerita hal-hal yang membuatnya tidak betah di pondok yaitu beberapa teman nya yang ngomong kasar dan suka menyindir. Aku mendengarkan dengan seksama dan selalu berusaha untuk menyemangatinya.

Dari perkataan Fay, dia sangat dewasa karena dia mengamati teman-temannya dengan teliti. Fay juga sangat perasa, karena saat cerita, dia meneteskan air mata, padahal yang diceritakan adalah kisah temannya.

Keesokan harinya, mama Fay datang ke pondok untuk menjenguk putri nya, sekaligus menemuiku. Sebelumnya, mama Fay sudah mengutarakan bahwa Fay izin boyong setelah ujian akhir bulan Juni ini.

Beberapa kali, aku juga menyampaikan bahwa terkait masalah pertemanan anak-anak ini, kita tangani dengan pendampingan dan pemantauan dari para guru asrama. Dan ujian anak santri di tahun pertama, memang adaptasi dengan teman perlu waktu agar mereka bisa kompak dan betah di pondok.

Mama Fay pun akhirnya cerita masa kecil Fay, saat umur 5 tahun pernah diajak pergi ke Indonesia Timur. Namun saat pulang ke Jakarta, Fay kecil , mengalami sakit yang awalnya dikira medis, ternyata ada non medisnya. Sehingga butuh bantuan perantara kyai yang dari luar pulau Jawa, agar diberikan kesembuhan untuk Fay yang tidak bisa berjalan selama setahun. Dan Alhamdulillah Allah berikan kesembuhan. Semenjak itu, Fay kecil menjadi anak yang sangat perasa mata bathinnya.

Di pondok, sempat ada kejadian kesurupan massal, itu adalah puncak-puncaknya Fey ketakutan yang luar biasa. Mamanya Fay, khawatir kejadian dimasa kecil Fay terulang lagi, apalagi sekarang tanpa almarhum sang ayah. Sehingga mama Fay berniat memindahkan anaknya di sekolah luar tempat ibunya mengajar, agar tidak kepikiran dengan anaknya.

Dalam situasi ini, aku pun mengarahkan Mama Fay untuk sowan ke bunyai. Awal mondok menitipkan ke bunyai, maka pamit boyong pun harus pamit beliau.

Alhamdulillah, bunyai bisa menemui usai sholat Ashar. Bunyai banyak cerita tentang alumni Asshiddiqiyah yang di daerah Mampang, yaitu tempat tinggal keluarga Fay. Dan ternyata, bunyai banyak kenal dengan tokoh-tokoh betawi seperti kyai Lutfi, ahli hadits, almarhum.

Ternyata kyai Lutfi adalah teman baik ayah Fay yang merupakan tokoh betawi yang ahli tafsir. Orang Betawi Mampang memang terkenal banyak yang alumni pondok Darunnajah atau Gontor, kemudian setelah lulus banyak yang melanjutkan ke Mesir. Namun sayangnya, tokoh-tokoh betawi tersebut banyak yang meninggal hampir bersamaan saat Covid melanda, termasuk ayah Fay yang meninggal di tahun 2020.

"Mudah-mudahan Fay bisa tercapai cita-citanya dalam meneruskan perjuangan ayah, yaitu meneruskan pondok tahfidz", pesanku menyemangati Fay.

Untuk memondokkan anak, memang tergantung seberapa kuat orang tua dan anaknya. Seberapa kuat anaknya, orang tua yang lebih memahami. Sebagai guru di pesantren, kami hanya bisa mendoakan yang terbaik dan menyerahkan kembali kepada orangtuanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Idul Fitri, " Tiga Pesan Ramadhan "

Agenda Santri di Awal Tahun 2024

"Menjadi Pegawai Allah", Halal bi Halal keluarga besar Asshiddiqiyah